SATU SUARAKAN APARAT PENEGAK HUKUM TANGANI PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

dedihumas bnn

9 years ago

post-19
post-19

Mataram, Senin (25/5) – Penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika yang telah diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mutlak diperlukannya persamaan persepsi agar penanganannya dapat dilakukan secara optimal dan tidak salah dalam pengelolaannya.

Memasukkan pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika ke dalam penjara tidak akan menyelesaikan masalah akan tetapi justru akan menambah masalah baru. Oleh karena itu, fokus penanganan penyalah guna Narkoba berbalik arah. Pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika tidak lagi dimasukkan ke dalam penjara tetapi dipulihkan melalui rehabilitasi medis dan sosial. Namun dalam pelaksanaannya hingga kini masih terdapat perbedaan persepsi antara para penegak hukum. Aparat penegak hukum masih menganggap seseorang yang tertangkap tangan membawa Narkoba dengan ukuran sekali pakai atau terbukti positif mengonsumsi Narkoba adalah tindakan kriminal dan memenjarakannya ke dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan hukuman terbaik bagi mereka. Padahal seseorang yang saat dilakukan tes urine hasilnya positif menggunakan Narkoba belum tentu pelaku kejahatan besar (bandar Narkoba).

Guna menyamakan persepsi atas perbedaan penanganan antara pecandu, korban penyalahgunaan, dan pengedar Narkotika dikalangan penegak hukum, BNN melalui Direktorat Hukum, Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama BNN, menggelar Rapat Koordinasi dengan tema “Persamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum dalam Rangka Pencapaian Rehabilitasi 100.000 Penyalah Guna Narkotika”, di kantor BNN Provinsi Nusa Tenggara Barat, Senin (25/5).

Rapat Koordinasi ini dipimpin oleh Direktur Hukum Deputi Hukum dan Kerja Sma BNN, Darmawel Aswar S.H.,M.H, dan diikuti oleh 20 orang yang terdiri dari unsur penyidik kepolisian, jaksa, hakim, dan pegawai BNN Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, serta perwakilan kantor wilayah  Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Barat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN dengan Pusat Penelitin Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) pada Tahun 2014, prevalensi penyalah guna Narkoba di wilayah Nusa Tenggara Barat mencapai angka 1,5% atau sekitar 51.519 jiwa dari 3.423.300 jiwa jumlah populasi penduduk yang berusia produktif yaitu 10 - 59 tahun.

Menurut Kepala BNN Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. H. Mufti Djusnir, Apt., M.Si, pada tahun ini proyeksi penyalah guna di Nusa Tenggara Barat turun menjadi 1,3%, namun demikian belum dapat dikatakan berhasil. Karena target rehabilitasi BNN Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun ini adalah sebanyak 1.500 pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika. Target ini disesuaikan dengan target nasional, yaitu rehabilitasi bagi 100.000 pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika, mengingat saat ini Indonesia berada pada situasi Darurat Narkoba.

Tercapainya target nasional rehabilitasi tersebut sangat bergantung pada pelaksanaan penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan di lapangan. Nyatanya, meski telah dikeluarkan Peraturan Bersama antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan BNN, yang mengatur tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi, belum semua aparat pengak hukum terkait Tindak Pidana Narkotika di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini menjalankan atau bahkan mengetahui Peraturan Bersama tersebut.

Menurut Ir. Mega Boena, SH., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, hingga saat ini teman-teman dari Pengadilan Negeri di Provinsi Nusa Tenggara Barat masih belum mengetahui tentang rekomendasi rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika yang tertangkap tangan oleh polisi. Ia berharap BNN dapat mensosialisasikan ini lebih mendalam lagi kepada seluruh lini aparat penegak hukum di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Melalui kegiatan ini para penegak hukum berkoordinasi guna mencari solusi terbaik atas beragam masalah yang selama ini timbul dalam penanganan hukum Tindak Pidana Narkotika khusunya bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sehingga dengan demikian dapat menyukseskan gerakan rehabilitasi 100.000 pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika di Indonesia. (DND)

Komentar Anda

Belum ada Komentar

Login untuk mengirim komentar, atau Daftar untuk membuat akun, gratis dan proses nya hanya 2 menit.