Stigma Negatif Menjadi Faktor Utara Mantan Pecandu Relapse

kukuh_ariwibowo

11 years ago

post-19
post-19

Jumat, 28  Juni 2013, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan tingkat kekambuhan (relapse) mantan pecandu narkoba di Indonesia tinggi. Dari sekitar 6.000 pecandu yang ikut menjalani rehabilitasi per tahunnya, sekitar 40 persennya akhirnya kembali lagi menjadi pecandu.

"Usai sembuh masyarakat tidak mau menerima. Cari kerja susah dan tidak ada kegiatan. Karena stres mereka akhirnya kembali ke pergaulan lama dan akhirnya kembali menjadi pecandu," kata Direktur Pasca Rehabilitasi Deputi Bidang Rehabilitasi BNN Drs. Suyono, MM.MBA, saat menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) di Jakarta, Senin (24/6).

Selanjutnya Suyono menjelaskan, tingginya tingkat relapse di kalangan pecandu, menjadikan upaya rehabilitasi pecandu menjadi sia-sia. Terlebih dengan keterbatasan tempat rehabilitasi, “Hanya sebagian dari para pecandu yang beruntung bisa menjalani rehabilitasi untuk sembuh,” jelasnya.

Dia menyebutkan saat ini diperkirakan ada 4 juta orang pecandu narkoba dengan rentang usia 15-64 tahun. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 18 ribuan orang yang menjalani rehabilitasi baik di panti rehabilitasi milik pemerintah maupun di tempat-tempat rehabilitasi milik swasta dan masyarakat.

Faktor utama yang menjadi penyebab relapse adalah stigma negatif yang ada di masyarakat mengenai mantan pecandu. Imbasnya para mantan mengalami penolakan untuk kembali ke lingkungannya sendiri.

Berkaca dari hal itu, kini BNN membangun 3 Rumah Pendampingan untuk mendampingi para mantan pecandu yang telah sembuh. Ke-3 rumah tersebut ada di Jakarta, Bandung dan Makassar. Dari setiap rumah, rata-rata menampung sekitar 20 mantan pecandu untuk didampingi dan dibina selama 2 bulan.

Selain itu, lantaran umumnya para mantan pecandu sulit mencari kerja, lewat program Bantuan Usaha Ekonomi Produktif yang diluncurka BNN pada dua tahun lalu, mereka diajarkan untuk berusaha sendiri agar mandiri. Syaratnya mereka harus membentuk kelompok usaha bersama (kube) dengan minimal anggota 5 orang. Setelah usaha terbentuk, maka kelompok usaha mereka bakal mendapat bantuan usaha, "Usahanya macam-macam. Ada yang buka bengkel, 'ngangon' bebek, ternak ikan dan lainya. Bantuan yang diberikan bisa mencapai Rp20 juta," jelas Suyono.

Mulai dari 2011, setiap tahun dibina sekitar 20 kube. Dalam menjalankan usaha, mereka mendapat pendampingan dari petugas yayasan yang peduli dengan masalah narkoba.

Meski ada beberapa kube yang tutup lantaran mengalami kerugian, sebagian besar dari kube tersebut masih berjalan dan bahkan ada yang sukses. Contoh kube yang sukses, sebut Suyono, ada di Jasinga, Bogor. Mereka menjalankan budi daya ikan hias dan kini hasilnya bahkan telah diekspor.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dewi Motik Pramono kembali menyuarakan bahwa pecandu narkoba sejatinya adalah korban. Oleh karena itu, mereka tidak boleh dikriminalkan.

Pada kesempatan itu, Dewi Motik juga mengkritik gaya sosialisasi pencegahan penggunaan narkoba oleh BNN yang banyak menggunakan istilah asing.

"Apa itu slogan 'Say No to Drugs!' Orang di kampung gak ngerti maksudnya. Pakai bahasa Indonesia yang baik. Misalnya 'Narkoba itu Haram'. Kan lebih enak," katanya. (pas)

 

Komentar Anda

Belum ada Komentar

Login untuk mengirim komentar, atau Daftar untuk membuat akun, gratis dan proses nya hanya 2 menit.