Tak Ada Kata Maaf Untuk Para Predator Kemanusiaan

dedihumas bnn

9 years ago

post-19
post-19

Bandar narkoba sejatinya merupakan salah satu predator kemanusiaan yang berpotensi melemahkan segenap potensi bangsa ini. Kehancuran moral, kerusakan fisik dan mental serta angka kematian menjadi dampak jahat yang berasal dari tangan-tangan para bandar dan cecunguknya.

Hukuman mati menjadi harga mati untuk mereka yang nekat menjadi pengedar dan bandar. Masyarakat masih ingat, ketika BNN membongkar kasus super duper besar  yang melibatkan 5 WNA dan 4 WNI dengan barang bukti sangat fantastis yaitu 862 kg sabu, di awal tahun 2015 lalu.

Sindikat ini berulang kali berencana akan membawa sabu sejak tiga tahun silam. Namun selalu gagal. Kapal tenggelam, dan tidak terjadi titik temu di tengah laut menjadi faktor sial mereka tak bisa angkut sabu ke negeri kita. Baru pada awal 2015, mereka bisa mengambil sabu di tengah laut dan membawanya ke daratan Jakarta. Beruntung petugas dapat menggagalkan peredaran sabu jumlah fantastis tersebut.Jika sabu ini lolos edar, diperkirakan dapat dikonsumsi oleh lebih dari 3,2 juta orang. Jelas ini sangat merugikan, karena jika benar-benar lolos, tak bisa dibayangkan, jutaan manusia jadi lemah potensinya gara-gara narkoba.

Otak dari jaringan ini adalah Wong Chi Ping, seorang WNA Tiongkok yang tinggal di Indonesia selama lebih dari 15 tahun. Pria ini juga sekaligus menjadi target tujuh negara yaitu Tiongkok, Malaysia, Myanmar, Thailand, Amerika, Indonesia, dan Filipina.

Untuk mengembalikan ingatan kita, penulis coba menceritakan kisah mereka dalam upaya meracuni generasi bangsa ini.

Menurut pengakuan WCP (42), peredaran sabu dalam jumlah fantastis ini dikendalikan oleh seseorang yang berada di Malaysia. Barang dikirim melalui jalur laut dengan sebuah kapal pengirim sabu. Pada tanggal 5 Januari 2015 sekitar pukul 00.00 WIB kapal pengirim tiba di perairan Kepulauan Seribu. Pada saat itu, kapal penjemput milik WCP sudah siap menunggu di tengah lautan. Setelah kedua kapal bertemu dan merapat, sabu dilemparkan dari kapal pengirim ke kapal penjemput dalam durasi setengah jam. Menurut keterangan ABK, pemindahan sabu tersebut dalam situasi gelombang yang cukup tinggi.

Selanjutnya kapal pengangkut 8 kuintal sabu ini bergeser ke pelabuhan tikus di kawasan Dadap, Tangerang. Setelah itu, WCP memerintahkan seluruh anak buahnya untuk memindahkan sabu tersebut ke mobil box dan diangkut ke kawasan Lotte Mart Taman Surya di daerah Kalideres. Saat transaksi dilakukan dengan cara bertukar mobil, tim BNN mengamankan seluruh tersangka di TKP yang terdiri dari empat orang WNA Tiongkok masing-masing berinisial WCP, TSL, SUF, dan CHM, seorang WNA Malaysia berinisial TST, dan dua orang WNI yaitu AS dan SN. Di lokasi berbeda, tim BNN juga mengamankan SU dan A, saat keduanya berada dalam kapal yang sedang bersandar di Dadap.

Rekrut Anggota Jaringan Dari Tiongkok dan Indonesia

WCP merekrut tiga anggota jaringan dari Tiongkok antara lain TSL, SUF dan CHM atas perintah dari WCP. Seperti dikemukakan oleh WCP, ia memerintahkan ketiganya untuk mengambil sabu di sekitar Lotte Mart Kalideres dan mengantarkannya ke sebuah rumah di kawasan Jakarta Barat. Selain mengendalikan tiga warga Hong Kong, WCP juga mengendalikan WNI yang berprofesi sebagai nakhoda dan ABK yang ditugaskan untuk menjemput sabu di tengah lautan.

Kepada petugas, WCP mengaku akan mendapatkan upah sebesar 300.000 ringgit atau setara dengan Rp 1,06 M. Untuk kebutuhan operasional, WCP telah dibekali uang oleh bosnya sekitar setengah milyar untuk belanja mobil, perbaikan kapal, akomodasi 3 anggota jaringan dari Hong Kong, dan empat orang WNI. 

Berawal Bisnis Ikan Lalu Narkoba

Sejak kedatangannya di Indonesia, WCP mengaku hanya berbisnis ikan dan teripang dengan seseorang jutawan yang berdomisili di Malaysia. Lambat laun, keduanya berpikir untuk beralih bisnis yaitu narkoba.

Dari keterangan WCP, ia mengaku memulai bisnis narkoba pada tahun 2011. Sejak saat itulah WCP sudah tiga kali berusaha mengambil sabu dari luar negeri dengan cara menjemput di tengah laut.  Untuk melancarkan usahanya, ia membeli kapal dan mempekerjakan nakhoda dan anak buah kapal. Usaha pertama dilakukan pada tahun 2011. WCP mengaku akan dikirimi sabu seberat 500 kg tapi pengiriman itu gagal karena kapal yang akan menjemput sabu di tengah laut mengalami kerusakan. Dua tahun berikutnya, transaksi serupa juga ia lakukan tapi tidak membuahkan hasil karena kapal milik WCP tidak berhasil bertemu dengan kapal pengirim sabu. Di awal 2015 WCP kembali berusaha mengambil sabu dari tengah laut sekitar Kepulauan Seribu. Meski berhasil mengambil sabu tersebut, jaringan WCP dibekuk BNN saat melakukan transaksi di daratan.

Pengendali Jaringan Ahli Navigasi Laut

WCP diketahui merupakan mantan nelayan yang mengaku berbisnis ikan dan narkoba di Indonesia. Sejak usia 27 tahun ia sudah merantau ke Indonesia dan menikahi wanita Indonesia. Sejak itulah ia tinggal di Indonesia dengan menggunakan Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) yang rutin ia perbaharui hingga saat ini.

Terkait dengan pengiriman narkoba via jalur laut, WCP telah lama mempelajari peta maritim negeri ini. WCP mengaku paham betul dengan navigasi di lautan, karena sejak kecil ia sudah terlatih untuk melaut.

Setelah mempelajari wilayah lautan negeri ini, WCP memilih jalur Kepulauan Seribu-Dadap untuk jalur bisnis narkoba.

Menyulap Kamar Mandi Jadi Gudang Sabu

Dalam kasus peredaran sabu 8 kwintal ini, WCP telah mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk mendesain gudang narkoba di sebuah rumah di kawasan Kalideres. Untuk menyimpan narkoba 862 kg, WCP menyulap kamar mandi menjadi gudang sabu.

Dari hasil olah TKP oleh tim BNN, petugas menemukan sebuah kamar mandi berukuran 1,5 m X 2,5 m yang disulap menjadi gudang narkoba. Kamar mandi ini tersembunyi di balik lemari pakaian yang cukup besar.  Pintu masuk ke kamar mandi ini dari lorong lemari yang telah diatur sedemikian rupa.

Rumah berlantai dua yang berlokasi di Perumahan Citra Garden ini ditinggali oleh tiga tersangka asal Tiongkok yaitu, TSL, CHM dan SUF dan satu orang WNA Malaysia berinsial TST.

Semua Komplotan Sudah Divonis

Atas perbuatannya, para pelaku kejahatan besar ini sudah mendapatkan vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Berikut ini daftar terpidananya :

1. Wong Chi Ping dihukum mati
2. Ahmad Salim Wijaya dihukum mati
3. Siu Cheuk Fung dihukum seumur hidup
4. Tan See Ting dihukum seumur hidup

5. Tam Siu Liung dihukum seumur hidup
6. Sujardi dihukum 20 tahun
7. Syarifuddin divonis 18 tahun

8. Cheung Hon Ming divonis 20 tahun
9. Andika divonis 15 tahun

 

Komentar Anda

Belum ada Komentar

Login untuk mengirim komentar, atau Daftar untuk membuat akun, gratis dan proses nya hanya 2 menit.